Jakarta- meraknusantara.com, - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mencatat beberapa pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh Polri, salah satunya bidang reserse, karena sampai saat ini masih banyak aduan masyarakat diterima oleh institusi pengawas kepolisian tersebut.
"Pengaduan terbanyak yang masuk ke Kompolnas menyangkut bidang reserse," kata Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol (Purn) Benny Jozua Mamoto saat dihubungi TRIBUN TIPIKOR.COM melalui pesan instan di Jakarta pada kamis 12 Desember kemarin.
Hasil survei dari lembaga survei Etos Institute menyebutkan masih adanya praktik pungutan liar (pungli) di tubuh Polri, terutama dalam penanganan perkara.
Masih adanya praktik pungli tersebut, tidak dipungkiri oleh Benny, masih terjadi hingga saat ini.
"Pungli sampai saat ini masih ada. Oleh sebab itu, mengurangi tatap muka dalam pelayanan dengan penggunaan sarana teknologi informasi (IT) bisa menekan jumlah pelanggaran. Ini perlu pengawasan publik," kata Benny.
Benny mengatakan transparansi dalam penanganan kasus juga perlu dilakukan. Oleh sebab itu, program e-SP2HP perlu dioptimalkan dan diawasi dengan ketat.
"Supaya masyarakat merasa dilayani dengan profesional, adil, tidak memihak, serta transparan," ujarnya.
*Pekerjaan rumah lainnya yang harus dibenahi Polri, kata Benny, adalah masih adanya perilaku atau tindakan oknum anggota yang merusak citra institusi seperti tindakan kekerasan, penyalahgunaan senjata api, konsumsi minuman keras (miras) dan narkoba*
"Ini perlu dilakukan evaluasi dan pengawasan serta pembinaan dengan pendekatan yang tepat," kata Benny.
Menurut dia, dalam rangka membangun transparansi, masyarakat diberikan akses di pusat layanan Dumas Presisi yang terpadu dan e-SP2HP.
Bagi pelapor bisa mengikuti perkembangan kasusnya melalui e-SP2HP. Sedangkan keluhan soal penanganan kasus bisa juga masyarakat mempertanyakan melalui Dumas Presisi.
Pengaduan ini, kata dia, akan dimonitor responnya dengan lampu pengingat sebagai tanda batas waktu respon.
"Jadi sebaiknya masyarakat menyampaikan melalui jalur itu. Bahkan media pun bisa memanfaatkannya," terang Benny.
*Pengajar Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia (UI) ini sedang melakukan penelitian tentang pelanggaran yang berkaitan dengan senjata api dan narkoba, dan pemake narkoba harus nya di rehab bukan di minta sejumlah uang dan di lepas bukan kah rehab itu dari pembiayaan negara dan bukan pelaku sendiri karena dua isu ini sangat merugikan citra Polri*
Anggota yang mengonsumsi narkoba dapat melakukan tindakan yang tidak bisa mengontrol diri karena di bawah pengaruh narkoba, cara berpikir, bersikap dan bertindaknya tidak normal.
"Demikian juga saat mengkonsumsi miras. Beberapa kasus menunjukkan demikian," ungkap mantan Direktur BNN ini.
Kompolnas juga memberikan catatan dalam penanganan kasus-kasus UU ITE agar Polri memedomani SKB tiga institusi (Polri, Kejaksaan dan Kominfo), sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang mengundang reaksi publik yang kurang baik.
Terlepas dari semua catatan itu, Kompolnas menilai apa yang sudah dilakukan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam program 100 hari mendapat apresiasi dari publik.
Hal ini tercermin dalam survei yang dilakukan beberapa lembaga survei. Selain itu, terobosan yang dilakukan dalam bidang pelayanan kepada masyarakat dengan pendekatan IT sangat tepat.
"Saya sebut dengan istilah pelayanan gaya milenial karena memang mayoritas yang dilayani dan berpengaruh adalah generasi milenial," kata Benny.
Ia mengatakan masyarakat dibuat mudah mengakses pelayanan sehingga cepat, transparan, lancar dan mengurangi tatap muka yang potensial terjadi pelanggaran.
Program ini, kata dia, perlu terus dievaluasi dan dikembangkan secara konsisten.
Sementara itu LSM SAB melalui ketua korwil Jateng Andi Prasetyo Mengatakan ia kerap mendapatkan Aduan dari masyarakat terkait penjebakan penjebakan yang dilakukan unit satuan Reserse Narkoba di Jawa Tengah... Ia menyebutkan bahwa korban penjebakan sering di peras oleh oknum2 dari Reserse narkoba agar mereka (korban penjebakan) dapat dibebaskan
Nilai nya bervariatif dari belasan juta hingga ratusan juta tergantung barang bukti yang di dapatkan.... Sungguh ironi memang praktik yang demikian ini sangat menciderai janji sumpah jabatan Intstitusi kepolisian pungkas nya"
(Red Oky pujianto)
Posting Komentar