Palopo_SULSEL.MERAKnusantara.com, - Sebuah kelompok atau organisasi yang menamakan dirinya GRLR (Garis Merah Luwu Raya) dikabarkan akan melakukan seruan aksi demonstrasi terhadap sebuah tempat Arena Permainan Billyard berizin yang beralamat di Binturu Kota Palopo Sulsel.
Seruan aksi demonstrasi dengan 4 poin tuntutan, yakni ;
1. Meminta pemerintah Kota Palopo untuk menutup lokasi Billyard 23 yang melanggar peraturan yang berlaku. Hanya saja peraturan yang dimaksud tidak disebutkan secara detail, tentang apa namanya yang dilanggar serta pasal berapa yang dialnggar itu?
2. Mendesak kepolisian untuk melakukan proses hukum kepada pemilik 23 Billyard. Hanya saja desakan proses hukum dimaksud juga tidak disebutkan delik pidana apa yang dilanggar dan terkait tentang kejahatan pidana apa itu ?
3. Mendesak dinas perhubungan kota Palopo, khususnya rekayasa jalan agar memberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan pemilik 23 Billyard. Juga tidak disebutkan secara rinci terkait pelanggaran dimaksud dan selama ini menurut pemilik permainan Billyard tidak pernah terjadi kemacetan jalan selama tempat permainan Billyard itu dilaksanakan.
4. Aksi terus berlanjut sampai tuntutan terpenuhi. Hal ini juga menurut pemilik usaha permainan Billyard, silahkan saja sepanjang tidak melanggar UU dan Hak Asasi Manusia bagi kami sebab kami juga merasa bahwa usaha kami adalah resmi dan punya izin usaha dari pihak pemerintah Kota Palipo ?
Terkait seruan aksi demonstrasi oleh GM Luwu Raya, dalam surat pemberitahuan aksi yang ditujukan kepada Kapolres Palopo dan Kasat Intelkam Polres Palopo, tertera gerakan ini dimotori oleh 3 orang pimpinan aksi yang terdiri dari Jenlap lapangan oleh Fikri Habib, Wakil Jenlap 1 oleh Jaenal Hutauruk dan wakil Jenlap 2 oleh Angga.
Dari hasil penelusuran Ketua LSM ASPIRASI oleh Nasrum Naba, terendus angin kurang sedap dan tersebut terkesan mencoreng dunia gerakan seperti yang selama ini dilakoni oleh M Nasrum Naba alias Daeng Naba sapaan akrabnya, juga selaku Ketua LSM ASPIRASI yang selama ini dikenal sebagai salah seorang atifis pimpinan aksi demo di beberapa daerah di provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Jakarta, kepada media ini mengatakan dengan mimik kurang simpati.
Pasalnya, sangat menyayangkan adanya issu bahwa seruan aksi ini bukannya karena untuk memperjuangkan supremasi hukum melainkan diduga disusupi unsur kepentingan tertentu dengan tawar menawar uang pengaturan hingga belasan juta rupiah kepada pemilik usaha yang jadi sasaran untuk aksi demonstrasi. Dan jika hal itu benar seperti informasi dari sumber yang dirahasiakan identasnya, sepertinya patut dipertanyakan dan bahkan bila perlu pihak pemilik usaha dapat melakukan upaya hukum untuk melaporkan pelaku demo sebagai bentuk pemerasan berkedok perjuangan penegakan UU justru memperjualbelikan idealisme, ungkap Daeng Naba kepada wartawan media ini.
Jika hal itu benar adanya tawar menawar terkait sejumlah permintaan uang yang dikatakan partisipasi untuk biaya pembayaran sekret, iji berarti patut dipertanyakan seperti apa visi dan misi organisasi yang bernamakan Garis Merah Luwu Raya ini yang tertuang dalam AD/ART yang telah berbadan hukum berdasarkan akte pendiriannya.
Lanjut Nasrum Naba menegaskan bahwa setiap organisasi itu, harus berbadan hukum sebagaimana ketentuan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang organisasi. Dan namanya perjuangan supremasi hukum, dalam prakteknya benar-benar dilaksanakannya sebuah kontrol sosial terhadap sebuah badan usaha, baik milik perseorangan, Koperasi, Perusahaan Firma, Perusahaan Terbatas serta instansi publik, tentunya wajib mengedepankan prinsip-prinsip asas praduga tak bersalah.
Dan namanya aksi gerakan demonstrasi, para pelaku benar-benar wajib memiliki sejumlah fakta data yang otentik akan dampak akibat yang mengakibatkan terjadinya kerusakan, ancaman keamanan dan ketertiban, dan bahaya lainnya yang sifatnya melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan secara nyata dan luas serta merugikan masyarakat banyak.
Jangan sampai idealisme untuk menegakkan hukum tetapi justru gerakan itu adalah lebih pantas disebut sebagai gerakan pemerasan merusak citra nama baik kalangan intelektual aktifis sejati selama ini. Nasrum Naba menegaskan, bahwa dirinya sudah kaya raya jika hal seperti itu dikedepankan selama ini bila setiap perjuangannya harus menerima bayaran atau meminta uang kepada obyek yang didemo bahkan sebaliknya justru menolak tawaran bayaran.
Bahkan Daeng Naba yang mengaku pernah menjabat sebagai Ketua BEM FAKULTAS HUKUM di UNANDA PALOPO selama 2 periode, baginya tidak pernah meminta bayaran apalagi mempatok sejumlah nilai uang agar tidak demo. Jika hal seperti ini dibiarkan, itu sama saja pembiaran terhadap terjadinya pemerasan intelektual berslogan perjuangan melalui aksi. Tersebut merupakan sebuah penghianatan terhadap pripsip idealisme bagi Sang aktifis pejuang tanpa pamrih demi terciptanya supremasi hukum untuk keadilan dan kemaslahatan manusia sesuai etika norma-norma dan kaidah hukum yang berlaku, cetusnya siap melakukan aksi tandingan sebagai wujud advokasi pembelaan hukum dan perlindungan HAM bagi pemilik usaha Billyard 23 Palopo. (01.SS_Ka.Biro)
Posting Komentar