Banten- meraknusantara.com,- Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024 mendatang, politik uang (money politic) dengan cara bagi-bagi uang cukup disoroti pada pemilu 2024.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati, mengatakan dalam undang-undang Pemilu telah mengatur sangsi pidana politik uang. Meski sudah diatur dalam undang-undang, namun untuk pembuktiannya sulit dan tidak terpenuhi unsur-unsurnya.
“Pembuktiannya susah dan biasanya tidak terpenuhi unsur-unsurnya,” ujarnya
Kharunnisa mencontohkan dimana bagi-bagi uang tidak dianggap politik uang ketika kandidat tidak menyampaikan visi-misi sehingga tidak bisa ditindaklanjuti. Tantangan lainnya terkait politik uang yang dikatakan Kharunnisa yaitu publik atau masyarakat enggan melaporkan kejadian politik uang karena takut di intimidasi.
Jika praktik itu terus menerus dilakukan, generasi ke depan akan memandang lumrah pemberian uang atau barang sebagai cara mencari suara, padahal melanggar pidana. Politik uang di Indonesia disebut dengan “Serangan Fajar”. Para kandidat atau tim sukses yang melakukan politik uang diancam hukuman pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu.
Dalam undang-undang tersebut pasal 524 ayat 1, 2, 3 bahwa sangsi pidana diberikan pada setiap orang, peserta, pelaksana, maupun tim kampanye yang memberikan uang atau memberi materi lain sebagai imbalan pada pemilih yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung.
Lantas sangsi apa lagi yang dilayangkan pada pelanggar undang-undang ini? Adapun sangsi pidana lainnya yaitu berupa denda, diantaranya:
1. Masa kampanye, apabila para pelanggaran dilakukan pada masa kampanye, sangsinya berupa hukuman penjara maksimal 2 tahun dan denda Rp 24 juta
2. Masa tenang, hukuman pidananya maksimal 4 tahun dan denda Rp 48 juta
3. Hari pemungutan suara dengan sangsi pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 36 juta.
Tidak hanya hukuman pidana dan denda saja, pihak-pihak yang melanggar aturan juga akan dilakukan diskualifikasi, yang tertuang dalam pasal 284, 285 dan 286. Mereka yang melakukan politik uang cenderung akan mencari cara untuk mengembalikan modal politik ketika sudah terpilih.
Tidak sedikit para calon legislatif (caleg) atau kepala daerah mengalami tekanan juwa saat tidak terpilih, selain uang habis, bahkan mereka juga terganggua kejiwaannya karena bingung mengembalikan uang pinjaman.
Sejumlah rumah sakit di berbagai daerah telah mempersiapkan diri menyambut para caleg gagal yang membutuhkan konselinng. Salah satunya RSUD Kudus di Jawa Tengah yang menyiapkan layanan konsultasi psikolog bagi caleg usai pemilu 2024 berakhir.
(red)
Posting Komentar