Ketua FKDM Kec Sukamulya Meminta Pemerintah Provinsi Banten Mengkaji Ulang Rencana Sistem Sekolah Online Tahun Ajaran 2023/2024


KABUPATEN TANGERANG,- Media Meraknusantara,com -Adanya rencana dan niatan Pemerintah untuk menerapkan kembali sekolah berbasis Online di Provinsi Banten, mendapat tanggapan serius dari Japarudin atau yang akrab disapa BJ, Ketua FKDM (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat)Kecamatan Sukamulya Kabupaten Tangerang.

Hal ini buntut dari Pemprov Banten yang mengirimkan Surat kepada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tanggal 28 April 2023. Surat itu bernomor 421/1460 -Dindikbud /2023 tentang Permohonan Rekomendasi Pembelajaran Hybrid /Blended Learning, Penambahan Kuota dan Rombongan Belajar pada SMAN dan SMKN. 

Menurut Japarudin, "Saya hanya meminta Plt. Gubernur Banten agar mengkaji kembali dan mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menunda Penerapan Sekolah Online yang rencananya akan diberlakukan untuk Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Tahun ajaran 2023/2024.," jelasnya

Japarudin BJ menilai, kebijakan jika diterapkan saat ini diyakini tidak akan efektif. Karena itu, kebijakan sekolah Online harus ditunda untuk dikaji ulang secara mendalam baik dari sisi peraturan maupun dari sisi kondisi masyarakat saat ini," ungkapnya

“Ada - ada saja sekolah Online ! Kaya Gojek atau Lazada aja. Kayak Online kan kayak orang dagang atau usaha yang enggak punya kantor dan yang gak punya tempat," ucapnya

Sekarang tunda dulu deh, Sekolah Online, kaji dalam - dalam, para pihak harus terlibat dalam kajian tersebut,” kata Japarudin ketika diminta tanggapannya oleh Awak Media (17/06/2023).

Menurutnya, kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka jauh lebih efektif ketimbang sekolah belajar Online. “Kemarin kan tahu sendiri belajar Online pas lagi Covid -19, Enggak Efektif.

Bahkan ada juga yang tidak terjangkau oleh akses internet,” katanya.

Perlu diketahui Sekolah secara fisik atau Offline bukan hanya sekadar mentransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga membangun, menjalin dan menguatkan interaksi juga melatih kepekaan dan mental anak - anak saat bersekolah," ungkapnya.

"Lihat Interaksi sosial itu terjadi antar sesama siswa, guru maupun personal yang lainnya serta menjalankan kodratnya sebagai mahluk sosial yang hidup di alam nyata," papar Japarudin 

“Anak datang ke sekolah, dijamu (disambut) guru. Dia ketemu teman - temannya sesama siswa, bersilaturahim. Anak juga senang bergembira.  Selama ini kan dirasakan, anak kurang bergairah dan tidak memilik empati (peduli) sama orang lain selama Pandemi Covid 19 melanda,” ujarnya.

Itu contoh kecil sistem pendidikan berbasis tatap muka telah terbukti efektif dan diterapkan di Negara - Negara maju lainya.

“Australia, Selandia Baru, Siswa saja masih datang ke sekolah. Kini Covid-19 udah gak ada, kenapa sih bikin (kebijakan) Sekolah Online. "Selama anak itu masih bisa jalan, dan masih bisa ditempuh serta kemauan belajar, janganlah dibuat "Neko - Neko,” terangnya.

Harusnya Pemprov Banten juga bisa lebih memaksimalkan peran sekolah swasta untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah atau APS, selain membangun sekolah Negeri yang baru dengan menambah sarana dan prasarananya," ungkap Japarudin.

“Yang bagus itu Pemerintah hadir bikin sekolah dan dekatkan dengan masyarakat. Kalau (sekolah) yang ada sekarang dimaksimalkan, sinergi dengan swasta. Kualitas sekolah swasta ditingkatkan, lalu tenaga pengajar diberikan insentif. Aneh-aneh aja, pakai sekolah Online segala,” ketusnya.

Japarudin mengungkapkan pentingnya berkolaborasi dengan sekolah swasta. “Yang kedua sebenarnya masalah sarana dan prasarana kan didukung oleh swasta ya kan. Kita dorong swastanya, berikan insentif,” ucapnya.

“Makanya sekarang yang ada dimaksimalkan sekolah negeri. Swasta diberikan kesempatan untuk dikembangkan. Swasta juga bisa berpartisipasi menengahi sekolah (meningkatkan APS – red), kalau sekarang, sekolah swasta kan kekurangan murid,” tegasnya.

"Coba bayangkan dan bandingkan jika biaya sekolah di swasta dengan biaya untuk membeli pulsa bagi siswa yang jika dihitung-hitung dapat ditaksir mencapai Rp 300 ribu – Rp 500 ribu per bulan, terus Orang tua atau wali murid tiap bulan berapa duit pulsa buat anaknya,”ujarnya.

“Coba dikaji kembali kalau sekoah sistem online/ internet atau pulsanya gimana itu, Ya kan. Kedua yang mengeluh hal itu sebenarnya orang yang malas bayar. Selama ini juga kalau pria buat rokok kebeli, pulsa, buat ke mall dia punya duit. Di Tangerang raya mah, bagi yang enggak mampu itu ada beasiswa,” pungkasnya.

(Ar/Ap)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama