JAKARTA -Secarik surat tanda terima surat/dokumen Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang dilayangkan LSM Amak Bangka Belitung (Babel) membuat jagad media sosial serta beberapa media online lokal geger.
Dalam surat yang diterima KPK tanggal 28 Juli 2022 dengan pengirim tertera nama Pendiri LSM Amak Bangka Belitung (Babel) bernama Hadi Susilo.
"Ya,benar surat tersebut bukanlah laporan, melainkan mempertanyakan kasus yang menyebut nama RD Pejabat Gubernur Babel." kata Hadi Susilo saat di konfirmasi awak media Rabu malam , (8/2/2023)
"Ya, surat itu mempertanyakan status kasus tersebut harusnya kasus yang lama tersebut sudah ada kejelasnya," tegas Hadi.
"Kami berharap, ada balasan surat dari KPK terkait penjelasan soal status RD di kasus yang menyebut dugaan gratifikasi tersebut," ungkapnya.
RD saat ini menjabat Pj Gubernur Babel saat dikonfirmasi awak media mengaku bahwa kasus tersebut sudah selesai, bahkan tampak ia tak menyukai munculnya pertanyaan tersebut dari awak media.
Siapa yang ngomong
Gratifkasi-gratifikasi? Itu sudah selesai, dan enggak ada gratifikasi-gratifikasi," ujar RD seusai melakukan peletakan batu pertama Gedung Layanan Fasilitas Perpustakaan, ketika ditanyakan awak media.
Mencuat Tahun 2020?
Dari hasil penelusuran media ini, kasus dugaan gratifikasi itu tahun 2020 masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menimpa Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Minerba Kementerian ESDM). Saat itu, RD sudah menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) hingga sekarang.
Jadi, saat RD dilantik menjadi Penjabat Gubernur Babel, kasus ini masih nyanggong di KPK hingga saat ini.
Nah, ternyata karena tidak adanya perkembangan kasus itu di KPK, membuat perkumpulan masyarakat peduli hukum (MPH) menuding KPK menghentikan perkara tersebut disusul dengan melayangkan gugatan prapradilan ke PN Jaksel dengan nomor 40/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam persidangan praperadilan, KPK membantah tudingan telah menghentikan perkara yang dilaporkan pada 30 Nopember 2020 itu.
Tim kuasa hukum KPK memaparkan langkah yang diawali dengan menerbitkan surat tanggapan kepada pelapor nomor R/2664/PM.00.00/40-43/12/2020 tanggal 30 Desember 2020.
Kemudian Direktorat pelayanan dan pengaduan masyarakat menindak lanjuti dengan menyampaikan materi laporan kepada Direktorat gratifikasi dan pelayanan publik melalui nota dinas nomor 212/PM.00.00/43/12/2020 tertanggal 28 Desember 2020 (ND-212).
Kemudian Deputi bidang pencegahan dan monitoring menugaskan beberapa personil Direktorat Gratifikasi dan pelayanan publik dengan menerbitkan surat tugas nomor 336/GTF.01/10-13/02/2021 tanggal 17 Februari 2021.
Dilanjutkan dengan memanggil Ramdhani pihak PT Kideco Jaya Agung pada 10 Maret 2021 berdasarkan surat panggilan nomor R-689/GTF.01/10-13/03/2021 tertanggal 8 Maret 2021.
Lalu, dari mana kasus itu berawal?
Dugaan praktik gratifikasi tersebut bermula dari pertikaian dua perusahaan pemegang ijin tambang Batubara yang beroperasi di bumi Kalimantan Timur.
Disebutkan perusahaan tambang PT Kideco Jaya Agung (KJA) tanpa izin menggunakan lahan yang terletak di wilayah atau kordinat yang dikuasai PT Batubara Selaras Sapta (BSS).
Kemudian pertikaian kedua perusahaan tambang tersebut menyeret petinggi Ditjen Minerba ESDM. Seperti kronologis peristiwa yang dilaporkan ke KPK.
Karena belum ada kejelasan status hukum LSM Amak Babel mempertanyakan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).(LAG/RED).
Sumber: LSM Amak Babel
Editor : Lilik Adi Goenawan
Posting Komentar