Pemrakarsa Kartasura Greget dan Ketum SPSI Hadiri Babak Final The Greget of Mak Mak


KARTASURA - Setelah melalui 2 laga seleksi, The Power Greget of Mak Mak memasuki babak final pada Sabtu, 31 Desember 2022 di Kedai Kopi Kiki Atrika (K3A) di Kalitan, Kertonatan, Kartasura.

Sebanyak 10 peserta meramaikan gelaran tersebut yakni Intan, Kristina, Sarwoko, Apriyanti, Andreas, Yun Kustiah, Winarsih, Andriyanto, Marmo dan Heriyanto.

Acara tersebut dihadiri oleh Ketua Umum Serikat Pemersatu Seniman Indonesia (SPSI) Benny Ashar, Pemrakarsa Kartasura Greget Djuyamto, SH, MH, Dalang Ki Danang Suseno, Camat Kartasura dan tamu undangan lainnya.


Dari kiri ke kanan Djuyamto, Beny Ashar dan Andi Zate.

Ketua SPSI mengatakan dia adalah sosok yang menginisiasi untuk menyatukan seluruh seniman di Indonesia.

“Sudah 77 tahun Indonesia merdeka sekarang terwujud menyatukan seluruh seniman dari seluruh elemen seni bukan cuma musik saja, ada lukis tari, patung, pahat dan lainnya ada tujuh elemen kita persatukan,” ungkapnya.

Benny menuturkan serikat yang diakui oleh Indonesia ada dua yakni serikat buruh yang kedua serikat seniman.

“Butuh waktu lama dan perjuangan untuk mewujudkannya, banyak suka dukanya, luar biasa berdarah-darah,” katanya.

“Saya orang Solo rumah saya di Jebres, bersekolah di Solo kemudian hijrah ke Jakarta, ” jelasnya.

Dia menjelaskan berkat perjuangannya tersebut dia meraih 9 Golden Record dan 2 Golden Platinum.

Dia berpesan kepada generasi penerus untuk berkarya.

“Memang susah yang penting ada semangat, saya sudah senior saatnya menyerahkan tongkat estafet kepada generasi penerus, saya cukup lama bergaul dengan Mas Andi Zate saatnya saya menyerahkan tongkat estafet kepadanya,” urainya.

“The Power Greget of Mak Mak ini keren ini bisa dicontoh untuk komunitas-komunitas lain yang ada di Kota Solo,” lanjutnya

Andi Zate menerangkan sebenarnya dia tiap tahun bersama pemrakarsa selalu membuat event untuk generasi selanjutnya.

“Kita biasa bikin event-event kecil-kecilan tapi kebiasaan kita yang selalu bikin harus memenuhi standar seperti ini, semuanya hanya untuk menyemangati generasi-generasi muda atau generasi tua tetap semangat greget,” terangnya.

"Sebenarnya untuk Greget Kartosuro muncul dari sebuah keprihatinan karena dulu sejarahnya Kartosuro itu Kuncorone luar biasa sebagai pusat peradaban Mataram, itu harus diuri-uri kembali dan dihidupkan semangatnya." kata tokoh penggagas  Kartasura Greget Djuyamto,SH.MH, saat di konfirmasi awak media pada Minggu, (1/1/2023) melalui sambungan whatsapp. 

“Makanya bagaimana kita membangkitkan nilai-nilai Kartosuro yang dulu Kuncoro itu melalui seni budaya itu yang paling pas enak dirasakan dan enak cara untuk mewujudkannya,” tegasnya. 

Djuyamto memaparkan pada awak media sedang bekerja sama dengan tim penulis dari Fakultas Budaya Universitas Indonesia untuk membuat sebuah buku tentang Greget Kartosuro.

“Nanti semoga Februari bisa launching, kita bisa bedah buku. Buku itu pengantar dari Pak Dirjen Kebudayaan dan Dekan Fakultas Budaya UI, di dalam buku itu dikupas dari sisi sejarah Kartasura, didalamnya juga ada keunggulan keunggulan budaya Kartosuro jaman dulu,” bebernya.

Djuyamto menambahkan Kartosura punya keunggulan seni budaya dan kuliner.

Djuyamto menjelaskan  sebaiknya kita angkat dalam buku itu agar apa generasi muda itu punya literatur tentang Kartosuro yang bukan tentang kehancuran tapi dan keunggulannya. Melalui seni kita mengajak para seniman bahwa seni budaya itu pertahanan terakhir suatu bangsa, itu harus digarisbawahi karena tanpa seni budaya jati diri bangsa akan hilang dan itu merupakan pertahanan terakhir. 

Setelah diadakan penilaian oleh dewan juri didapatkan hasil yakni Juara 1 : Herianto – Klaten, Juara 2 : Kristina – Sragen, Juara 3 : Andrianto – Sukoharjo, Harapan 1 : Marmo – Karanganyar dan JUARA TERGREGET : Bambang Sukarno – Surakarta.(Tim/Red) 


Sumber: relinkspeed

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama