MerakNusantara.com, - Kesedihan masih menyelimuti keluarga Almahrum Eko Triono yang bekerja di dinas Lingkungan hidup kota tangerang yang di paksa menanda tangani surat pengunduran diri saat kondisi sedang sakit dan tak berdaya pasca operasi.
Almahrum Eko triono sempat di rawat di RS.Umum Kota Tangerang dan meninggal pada 30 Juli 2022 setelah melawan penyakit ginjalnya
Eko Triono Pengabdi selama lebih dari 13 tahun di dinas lingkungan hidup kota tangerang namun na'as pengabdiannya tidak di nilai dan terkesan tidak memanusiakan dirinya.
Bagaimana tidak selama melawan sakitnya pihak dinas terkait tidak pernah hadir melihat kondisi Eko Triono dan setelah pulang dari rumah sakit pihak Dinas lingkungan hidup datang membawa surat yang sudah di terkonsep dan memaksa Eko Triono menanda tangani surat pengunduran diri,hal ini tentu suatu pelanggaran hak asasi manusia dan tidak di benarkan.
Azka anak kandung Eko Menuturkan bahwa pihaknya sudah bersurat pada tanggal 08/12/2022 namun sampai saat ini belum ada jawaban dan juga mencoba menghubungi pengawas melalui telepon dan pesan whatsapp namun tidak pernah di tanggapi
Hal ini membuat pihak keluarga merasa tidak di hargai dan mencoba bersurat kepada walikota Tangerang dan berharap ada kejelasan
" kami sudah bersurat kepada pihak DLHK kota tangerang tapi sampai sekarang tidak ada jawaban dan sering juga saya hubungi pengawasnya baik telepon atau whatsapp tapi tidak pernah di respon
Makanya kami surati Bapak walikota semoga ada jawaban dan solusi dari Bapak walikota " Tuturnya Pada Jumat (23/12/2022)
Di sisi lain Abu Bakar S.H selaku pendamping kuasa keluarga almarhrum, menjelaskan bahwa pihak dinas terkait telah mencederai nilai-nilai kemanusian,
pemerintah indonesia telah membuat regulasi menjamin hak-hak tenaga kerja hal ini tentunya sejalan dengan tujuan terbentuknya negara dalam melindungi dan perlindungan tumpah darah indonesia untuk kesejahteraan warga negara tertuang pada pasal 27 ayat 2 UUD 1945 setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan , dan
Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas harus sesuai dengan peraturan Ketenagakerjaan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Undang-Undang Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).
" Harus nya di respon saja kami hanya meminta klarifikasi, kalau memang tidak dapat kompensasi atau penghargaan selama 13 tahun lebih mengabdi bekerja untuk kota tangerang , berikan saja keterangan sesuai prosedur dan peraturan Perundang-undangan yang ada
Dan kami juga ingin menanyakan kebenaran yang ada, apa maksud dan tujuan memaksa menanda tangani surat pengunduran diri almarhum di saat orang tersebut sedang tidak berdaya, tentu hal ini sudah melanggar Hak Asasi Manusia " tegas Abu Bakar S.H
Hal lain di katakan oleh Arif Hidayat selaku Ketua Biro Kota Tangerang dan juga pendamping kuasa mengatakan bahwa walau Almarhum sebagai pekerja harian lepas
Semua ada aturan perundang-undangan yang harus di taati
Yang mana telah di atur dalam Pasal 10 Kepmen Nomor 100 Tahun 2004. Jenis pekerja lepas terbagi berdasarkan satuan hasil dan satuan waktu. Bekerja lepas berdasarkan satuan hasil umumnya merupakan pekerja dengan profesi tertentu dan menawarkan keahliannya sebagai jasa dengan diberikan upah dari hasil kerjanya, pada umumnya mereka bekerja dengan diberikan upah berdasarkan kehadiran. Hubungan kerja berdasarkan kesepakatan kerja,
Perlu diketahui juga bahwa walaupun pekerja harian lepas tidak secara eksplisit disebutkan dalam UU Ketenagakerjaan, namun jaminan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang termasuk di dalamnya juga berlaku pula untuk pekerja harian lepas , termasuk perlindungan terhadap pekerja/buruh yang perlu diperhatikan secara tersendiri (penyandang masalah)
Sesuai dengan Kepmen Nomor 100 Tahun 2004 mengatur tentang Perjanjian Kerja Harian Lepas dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 12 yang mana dalam perjanjian tersebut harus memuat beberapa persyaratan, antara lain:
Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah di dasarkan pada kehadiran;
Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan;
Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu.
Perjanjian kerja harus dalam bentuk tertulis yang memuat sekurang-kurangnya nama dan alamat pemberi kerja, nama pekerja lepas , jenis pekerjaan yang dilakukan, besarnya upah, dan hak serta kewajiban masing-masing pihak termasuk fasilitas sebagai tunjangan.
Selain itu, salah satu hak yang melekat dalam diri pekerja/buruh, termasuk dalam hal ini pekerja lepas, yakni hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan moral agama. Apabila Merujuk pada UU BPJS, pada Pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa: ?Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja yang diberikan antara lain berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan/atau jaminan pemeliharaan kesehatan. Hal-hal terkait jaminan sosial ini sangat penting sehingga perlu dicantumkan juga dalam perjanjian kerja.
Pemberi kerja selain penyelenggara Negara apabila tidak melaksanakan ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif ayat sebagaimana dimaksud pada pasal 17 (2) UU tersebut berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu. Peraturan yang mengatur tentang hal ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
" Semoga dengan bersuratnya ke Walikota dapat jawaban dan solusi ,semua ada aturannya tidak bisa semena-mena melakukan tindakan yang merugikan pihak Almahrum, dan pihak DLHK harusnya memberikan keterangan secara lengkap sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah di tetapkan " Tutupnya
/rif
Posting Komentar