Bedah dan louncing Buku Puisi Tak Berujud


Jakarta- meraknusantara.com,- Peluncuran dan bedah buku puisi karya Imam Ma’arif. Buku antologi puisi ini merupakan antologi tunggalnya yang ke dua. Menariknya dalam buku Antologi puisi yang ke dua ini, Imam Ma’arif tidak memberikan judul dalam setiap puisi-puisinya, juga dalam bukunya. Kenapa imam Ma’arif tidak memberikan judul dalam setiap puisinya?  Berikut ini adalah kredo yang ditulis sebagai pertanggungjawaban.

“Judul  hanyalah sebagai  penjara  imajinasi,  mempersempit imajinasi, judul sebagai bentuk dikte terhadap pembaca,  judul juga bisa menjadi tebing penghalang berbagai pemandangan makna, sehingga pembaca sulit melihat makna lain yang berkelindan dalam rimba puisi.

Puisi hendaknya dibiarkan bebas tanpa judul dan terbuka seperti hutan belantara. Sehingga keliaran dan misteri keindahannya  menjadi tantangan tersendiri untuk dijelajah. Peniadaan judul akan memberi peluang imajinasi yang lebih luas kepada  pembaca. Pembaca juga akan punya banyak  peluang tafsir  terhadap bangunan puisi dari berbagai  aspek.   

peniadan judul ini mungkin  keluar dari konvensi penulisan puisi. Dalam berbagai teori  penulisan,  judul merupakan salah satu unsur sebuah karangan atau tulisan. Karena judul  dideskripsikan sebagai pintu masuk ke dalam sebuah tema, sebagai gambaran isi dari tulisan,  judul juga merupakan penunjuk jalan menuju titik kordinat  yang dimaksud oleh penulisnya.  Namun menurut saya, konvensi  umum seperti ini tidak berlaku pada puisi, Sebab setiap diksi dalam puisi bisa berdiri sendiri, bisa  menjadi satu bangunan puisi walaupun satu kata.

Namun, saya  mempersilahkan bagi para pembaca untuk memberikan judul sendiri dalam setiap puisi dalam buku ini menurut  interpretasi  yang didapati sesuai dengan disiplin ilmu yang dipunyai masing-masing, bila itu sangat diperlukan oleh pembaca. Sehingga, memungkinkan dalam satu puisi bisa mempunyai beberapa judul yang sesuai dengan tafsir yang dipahami oleh pembaca.”  

Di sisi lain, Imam Ma’arif  juga  mengeksplotasi  kemungkinan melakukan pembalikkan makna (displacing of meaning), penyimpangan makna (distorting of meaning) dan penciptaan makna (creating of meaning) dalam membangun puisinya.  Ia juga dengan berani  mempermainkan disposisi  subyek dan obyek  dan sebaliknya  dalam puisi-puisinya  yang secara semantik  melanggar logika.

Bedah buku dan diskusi menarik  ini akan dilaksanakan pada tanggal  13 Oktober 2022 di PDS. HB. Jassin, lantai 4 gedung panjang,  Taman Ismail Maruki, Jl Cikini raya, No 73 Jakarta Pusat, pukul 14.00-16.00 WIB. Bertindak sebagai pembicara, Maman S. Mahayana dan Ahmadun Y. Herfanda. Sedangkan moderator diserahkan kepada  Sofyan RH. Zaid. Acara ini juga dimeriahkan oleh para Deklamator   nasional, di antaranya:   Devi  Matahari,  Ical Vrigal,  Exan  Zen, Mono Wangsa, Kelompok Penyair  Seksih dan Performent Art Cilay.

 Acara ini diselenggarakan oleh Masyarakat Kesenian Jakarta yang didukung oleh Depdikbud Ristek dan PDS. HB. Jassin dan Dispusib DKI Jakarta.  

(red)

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama