Jakarta- meraknusantara.com,- Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Nusantara jakarta berpendapay bahwa,di berbagai media seperti televisi, surat kabar atau koran, selalu muncul kritik dari berbagai kalangan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia oleh aparat penegak hukum, terutama dalam proses peradilan yang dinilai tidak konsisten dalam menegakan hukum dan memberi rasa keadilan. Kritik dari berbagai kalangan masyarakat ini terjadi karena dalam berbagai praktek peradilan sering terjadi kesenjangan dalam putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana, sehingga dari sinilah timbul pandangan masyarakat yang berbeda-beda dalam menilai penegakan hukum. Ada yang mengatakan bahwa hukum itu tidak adil, hukum itu memihak atau berat sebelah, hukum itu pilih kasih, penegak hukum dapat disuap, mafia hukum dan mafia peradilan ada di mana-mana.
Adil atau tidak, benar atau salah suatu putusan pengadilan, terletak di tangan hakim.
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang di beri wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili, sebagaimana di atur dalam Pasal 1 Angka 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, LN RI Tahun 1981 No. 76, TLN RI No. 3209. Sering kali, dalam menangani suatu perkara sampai pada putusan akhir, hakim tidak cermat dalam melihat berbagai hal terkait dengan perkara yang sedang ditanganinya.
Kesesuaian antara jenis tindak pidana apa yang dilakukan terdakwa dengan fakta-fakta persidangan. Selain itu hakim juga tidak melihat nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat sehingga hal ini dapat menimbulkan masalah atau berpengaruh dalam putusan, lebih khususnya hukuman atau pidana yang dijatuhkan oleh hakim.
Negara Indonesia adalah negara hukum; demikian bunyi Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Berdasarkan pada bunyi Pasal tersebut, maka di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Fungsi kekuasaan kehakiman diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 yang berbunyi ;
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara Hukum Republik Indonesia.
Dalam Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 48 tahun 2009 disebutkan:
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 menyebutkan:
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Agar putusan hakim diambil secara adil dan obyektif berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan, maka selain pemeriksaan harus dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum (kecuali Undang-Undang menentukan lain), juga hakim wajib membuat pertimbangan-pertimbangan hukum yang dipergunakan untuk memutus perkaranya. Kelembagaan hukum yang kuat dan berwibawa tercermin pada lembaga peradilan, dan sumber daya manusia yang handal dan integritas yang tinggi tercermin pada hakim.
(Arthur)
Posting Komentar