Jakarta- meraknusantara.com,- APBN harus kembali disehatkan setelah bekerja sangat keras dan menjadi shock absorber berbagai guncangan akibat Covid di tahun-tahun sebelumnya sekaligus untuk menghadapi dinamika ekonomi global kedepannya. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat berbicara pada Seminar yang diselenggarakan INDEF yang juga merupakan Side Event G20, Kamis (14/07) secara daring.
“Ketika dunia masih mencari cara bagaimana menangani global debt ini di forum-forum internasional seperti di Forum G20, Forum World Bank, dan Forum IMF, lalu dunia masuk ke dalam situasi krisis pandemi Covid-19,” kata Wamenkeu.
Di Indonesia, pada bulan Maret tahun 2020 muncul kebijakan PSBB untuk mengendalikan penularan Covid-19. Kebijakan pembatasan ini menimbulkan masalah ekonomi dimana manusia tidak berinteraksi dan masyarakat tidak melakukan kegiatan ekonomi sehingga kegiatan ekonominya turun. Karena kegiatan ekonomi turun berarti konsumsi turun, investasi turun, ekspor dan impor turun. Wamenkeu mengatakan, untuk menjaga ekonomi supaya tidak terkontaksi lebih dalam, maka government expenditure harus menjadi countercyclical factor.
“Meskipun pemerintah mengalami penurunan pendapatan negara karena kegiatan ekonomi masyarakat turun, namun belanja negaranya tidak boleh turun. Kenapa belanja negaranya tidak boleh turun? Karena kita harus melindungi masyarakat, harus tetap menjalankan aktivitas ekonomi pemerintahan melakukan aktivitas pelayanan publik, dan saat itu justru kita harus meningkatkan kapasitas layanan kesehatan. Rumah Sakit harus ditingkatkan, Puskesmas harus disiagakan, peralatan APD harus tetap disediakan walaupun harganya mahal waktu itu,” lanjut Wamenkeu.
Secara tegas Wamenkeu mengatakan bahwa Pemerintah tidak pernah bertujuan melakukan budget maximizer. Tapi Pemerintah memiliki tujuan untuk melindungi segenap bangsa dan negara serta untuk menjalankan layanan publik. Melalui Perpu nomor 1 tahun 2020, Pemerintah mendapatkan ijin untuk melakukan pelebaran defisit hingga diatas 3% terhadap PDB hanya untuk 3 tahun yaitu 2020-2022.
“Pada tahun 2021, Pemerintah juga masih mencoba menurunkan defisit, namun defisitnya memang masih di atas 3%. Masuk ke tahun 2022 ini, Pemerintah juga masih berupaya untuk menurunkan defisit sehingga defisit APBN bisa melandai, karena defisit APBN yang melandai itu artinya adalah kita sedang mengupayakan agar APBN bisa lebih sehat kembali setelah menjadi shock absorber di tahun sebelumnya. Selain itu, APBN juga harus kuat. APBN yang kuat itu adalah APBN yang memiliki ruang fiskal,” lanjut Wamenkeu.
Pada awal tahun 2022, tensi geopolitik Rusia-Ukraina telah menciptakan tekanan di sektor keuangan Internasional dan mengakibatkan percepatan dampak atas supply disruption dan peningkatan harga komoditas.
“Ketika kenaikan harga komoditas di tingkat dunia terjadi dengan sangat cepat, maka lagi-lagi APBN menjadi shock absorber dari kondisi tersebut. Indonesia saat ini memiliki satu desain kebijakan yang ingin memastikan bahwa stabilitas di masyarakat bisa kita dorong, sambil dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi,” tukas Wamenkeu. (red)
Sumber Kemenkeu
Posting Komentar